Visit Indonesia From My Slide Show

Welcome to My Blog. Just Share My Mind. Maybe Your Mind Same with My Mind and its all in My Blog. Music Present : Olive Musique - Young at Heart. Visited My Country from My Slide Show.

Total Pageviews

Popular Posts

Monday, September 30, 2013

Semiotik

Analisa Semiotik
Oleh Ali Arrida
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata-kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Seluruh aktifitas manusia dalam keseharian selalu diliputi berbagai kejadian-kejadian yang secara langsung atau tidak langsung, disadari atau tak-sadar, memiliki potensi makna yang terkadang luas nilainya jika dipandang dari sudut-sudut yang dapat mengembangkan suatu objek pada kaitan-kaitan yang mengindikasikan suatu pesan atau tanda tertentu. Jika diartikan melalui suatu penjelasan maka akan dapat diterima oleh orang lain yang menyepakati.
Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna ( Scholes, 1982: ix dalam Kris Budiman, 2011: 3)
Lebih spesifik lagi jika sebuah studi atas kode-kode tertentu memiliki kaitan dengan kehidupan kita, bahkan sangat fundamental jika ada kesalahan artikulasi atas kode-kode tersebut. Pemicu awal terciptanya suatu hukum bisa berawal dari kode-kode sebuah tanda yang telah disepakati dan menjadi kebudayaan menyeluruh. Kita dapat melihat tentang bagaimana tanda-tanda tertentu berbeda makna dari orang-orang yang terbagi dalam berbagai aspek seperti, geografis, demografis, suku dan budaya. Sehingga bagi Ferdinand de Saussure (Kris Budiman, 2011: 3) menuturkan bahwa semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”. Tanda-tanda dalam masyarakat yang telah disepakati sebenarnya hasil dari pemikiran Logika seperti yang di ungkapkan oleh Charles S. Pierce (Kris Budiman 2011: 3) bahwa semiotika tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”.
Penggunaan kata doktrin disini adalah wujud dari kesepakatan generasi ke generasi contohnya tentang tanda alam, “jika mendung maka itu tanda akan segera turun hujan”. Walaupun terkadang hujan tanpa mendung-pun sering terjadi, dan mendung tanpa hujan pun ada. Namun, ada makna yang terkandung di dalam tentang artikulasi bagi sebagian orang atau kelompok tentang tanda “mendung”. Dalam ilmu fisika kita mengetahui sebab apa sehingga turun hujan akan mengartikan sebagai proses menguapnya kandungan air yang ditampung sehingga langit mendung dan menurunkan hujan. Akan tetapi, bagi kelompok lain tanpa melakukan sebuah analisis akademis seperti itu pun mengisyaratkan bahwa langit mendung pertanda akan turun hujan. Tanda langit mendung menjadi acuan yang disepakati baik secara doktrinisasi ataupun secara historis masyarakat yang mengalami itu berkali-kali dan dapat mengartikan “hujan akan segera turun”. (bahasa alam)
Sedangkan menurut John A. Walker semiotika adalah “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan penerapannya di dalam masyarakat. Oleh karena tanda itu selalu ditempa di dalam kehidupan sosial dan budaya, maka jelas keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. Tanda tidak berada di ruang kosong, tetapi hanya bisa eksis bila ada komunitas bahasa yang menggunakannya. Budaya, dalam hal ini, dapat dilihat sebagai bangunan yang dibangun oleh kombinasi tanda-tanda, berdasarkan aturan tertentu (code), untuk menghasilkan makna.
Tanda di dalam fenomena kebudayaan mempunyai cakupan yang sangat luas, di mana selama unsur-unsur kebudayaan mengandung di dalam dirinya makna tertentu, maka ia adalah sebuah tanda, dan dapat menjadi objek kajian semiotik. Apakah itu pola tingkah laku seseorang, pola pergaulan, penggunaan tubuh, pengorganisasian ruang, pengaturan makanan, cara berpakaian, pola berbelanja, hasil ekspresi seni, cara berkendaraan, bentuk permainan dan objek-objek produksi, semuanya dianggap sebagai tanda dan produk bahasa ( John A. Walker 2010: xxii ).
Menurut kami, lebih plural tentang arti tanda dari John A. Walker, karena mengisyaratkan tentang respon dari indra seseorang yang ditimpa stimulus apapun bisa berarti sebuah tanda. Bahkan hal terkecilpun memiliki potensi besar berupa makna. Namun, keragaman makna di sini berlaku ketika adanya sebuah komunitas bahasa yang menyetujui tentang berbagai tanda yang disepakati dan mempunyai legitimasi aturan-aturan tentang pemaknaan tersebut. Begitu juga sebaliknya ada kekuatan personal orang yang mampu memaknai berbagai tanda, akan tetapi orang lain tidak mampu bahkan tidak menyetujui akan makna dari perseorangan tersebut, itu tidak berlaku dalam sebuah analisa dan tidak bisa diwujudkan dalam kehidupan luas.
Maka dari itu sebuah tanda tertentu yang dapat memberikan makna harus diteliti dan dibuktikan dalam sebuah praktek meskipun artikulasi itu tidak nampak atau tidak riil wujudnya. Dari interpreter ke interpreter selanjutnya harus jelas dalam memaknai, sehingga dengan sendirinya makna-makna yang akan membudaya secara automatic menyatu dalam sebuah wadah budaya dan disepakati. Contohnya adalah kultur barat yang dahulu merayap menggunduli budaya luhur dan saat ini menggunduli dirinya sendiri dan idealisme budaya Indonesia digantikan dengan budaya Kapitalisme. Tanpa terasa luka itu bertambah parah menggerogoti kesejahteraan rakyat hidup dengan layak. Ini semua berawal dari tanda yang dimaknai dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya menjadi budaya baru yang memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang disebut modern. Cara-cara berpakaian, konsumerisme, cara berpikir liberal tak bermoral, dan lain sebagainya bisa dinamakan tanda-tanda budaya barat yang dimaknai modern oleh masyarakat Indonesia.
Karena pengertian semiotika adalah sistem tanda yang berelasi dalam pemaknaan, maka yang pertama akan kami bahas adalah karakteristik tanda ( Arbitrer ).
Karakteristik Tanda ( Arbitrer )
Bahasa, dalam perspektif semiotika ( 2011: 66 ), hanyalah salah satu sistem tanda-tanda (system of signs). Dalam wujudnya sebagai suatu sistem, pertama-tama, bahasa adalah sebuah institusi sosial otonom, yang keberadaannya terlepas dari individu-individu pemakainya. Bahasa merupakan seperangkat konvensi sistematis, produk dari kontrak kolektif, yang bersifat memaksa. Saussere ( dalam Kris Budiman 2011: 66 ) menyebutnya sebagai lengue. Kedua, bahasa tersusun dari tanda-tanda, yakni entitas fisik, yang di dalam bahasa lisan berupa citra-bunyi (sound image), yang berelasi dengan konsep tertentu. Selanjutnya, Saussere menamakan entitas material-sensoris ini sebagai penanda (signifier atau signifiant) dan konsep yang berkait dengannya sebagai petanda (signified atau signifie). Masih menurut Saussure, tanda-tanda, khususnya tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua buah karakteristik primordial, yakni bersifat linear dan arbitrer.
Karakteristik pertama, linearitas penanda ( linear nature of the signifier ), berkaitan dengan dimensi kewaktuannya. Penanda-penanda kebahasaan harus diproduksi secara beruntun, satu demi satu, tidak mungkin secara sekaligus atau simultan. Artinya, penanda tersebut bersifat linier karena “pendengaran penanda memiliki perintah mereka hanya dimensi waktu.” Ini “merupakan sejengkal, dan rentang yang dapat diukur dalam dimensi tunggal” - yaitu waktu. Saussure says that linguistic signs are by nature linear, because they represent a span in a single dimension. Auditory signifiers are linear, because they succeed each other or form a chain. Visual signifiers, in contrast, may be grouped simultaneously in several dimensions (tanda-tanda linguistik secara alami linear, karena mereka mewakili rentang dalam dimensi tunggal. Penanda pendengaran adalah linear, karena mereka berhasil satu sama lain atau membentuk rantai. Penanda visual, sebaliknya, dapat dikelompokkan secara bersamaan dalam beberapa dimensi).
Karakteristik kedua, kearbitreran tanda (the arbitrary nature of the signs), bersangkutan dengan relasi di antara penanda dan petanda yang “semena-mena” atau “tanpa alasan”—tak bermotivasi (unmotivated). Relasi di antara penanda dan petanda adalah semata-mata berdasarkan konvensi (Kris Budiman 2011, 66). Selanjutnya Seassure di kesempatan yang lain mengatakan bahwa bahasa lisan mencakup komunikasi konsep melalui suara-gambar dari pembicara ke pendengar. Bahasa adalah produk komunikasi pembicara dari tanda-tanda untuk pendengar. Tanda linguistik adalah kombinasi dari konsep dan suara-gambar. Konsepnya adalah apa yang ditandakan, dan suara-gambar penanda. Kombinasi signifier dan signified adalah sewenang-wenang, yaitu, suara apapun citra dibayangkan dapat digunakan untuk menandakan sebuah konsep tertentu. Namun, terkadang ada perubahan-perubahan dalam hubungan signifier dan signified dan perubahan tanda-tanda linguistik berasal dari perubahan kegiatan sosial.
Tanda-tanda arbitrer disebut secara khusus oleh Pierce, sebagai simbol (symbol) (Kris Budiman 2011: 66). Oleh karena itu, dalam terminologi Pierce, bahasa dapat dikatakan juga sebagai sistem simbol lantaran tanda-tanda yang membentuknya bersifat arbitrer dan konvensional. Misalnya, Hewan yang menggonggong dikatakan anjing oleh orang Indonesia dan dog oleh Inggris. Masing-masing bangsa itu sungguh “semena-mena” dalam menamakan hewan yang menggonggong tadi.
Di dalam tatanan budaya itu ‘bermacam area kehidupan sosial terlihat dipetakan ke dalam wilayah diskursif, wilayah itu secara hierarkis terorganisasi menjadi pemaknaan-pemaknaan yang dominan atau yang disukai’. Karena tatanan budaya itu tidak tunggal dan bukannya tidak dipersoalkan, maka pemaknaan yang disukai menjadi bisa dijamin. Tapi karena tatanan itu dominan, maka tatanan itu pastilah mendukung suatu keseimbangan probabilitas, sebab tatanan itu menguntungkan bagi beberapa pembacaan-pembacaan yang bersifat pribadi varian. Seperti contoh di atas jika kata anjing disepakati oleh masyarakat internasional untuk menamakan hewan menggonggong, maka akan kesulitan bagi mereka yang sulit mengucapkan kata anjing. Jadi ada kesewenang-wenangan dalam memaknai dan menamai tanda gonggong itu dimiliki oleh anjing bagi orang Indonesia, begitu juga di seluruh dunia yang tidak sama menamai hewan menggonggong. Tetapi “perspektif selektif” hampir tidak pernah secara seselektif, seacak, dan sepribadi apa yang dikatakan oleh konsepnya.
Namun, dalam masalah peristilahan ini pula kemudian timbul kesengkarutan karena Saussure dan Pierce ternyata menggunakan satu istilah yang sama untuk menunjuk kepada konsep yang sama sekali bertolak-belakang. Menurut terminologi Pierce, simbol adalah tanda arbitrer, sementara Saussure sebaliknya, dan mengatakan bahwa simbol adalah tanda-tanda yang tidak sepenuhnya arbitrer. Kerancuan ini dapat menjadi pelajaran bagi siapa saja yang belajar semiotika agar senantiasa waspada dan tidak sembrono dengan terminologi dan konsep-konsep karena nyaris setiap pemikir dan “selebriti” semiotika menggunakan istilah yang sama atau hampir sama, namun pengertiannya bisa berbeda sama sekali. Akan tetapi terlepas dari kerancuan konseptual tersebut, boleh dikatakan bahwa hampir sepanjang riwayatnya linguistik dan semiotika terlampau menekankan pada konvensionalitas atau kearbitreran tanda sehingga kerap mengabaikan karakteristik tanda yang sebaliknya—seolah-olah bahasa tidak mungkin berkarakteristik ikonitas menurut Saussure yang menurut Pierce menaruh perhatiannya terhadap masalah ikonitas.
Begitu peliknya masalah yang dihadapi dalam artikulasi serat memaknai tanda-tanda menurut Saussure dan Pierce. Meskipun keduanya hidup bersamaan di zamannya, namun mereka tidak pernah saling kenal dan bertemu. Akan tetapi para murid-muridnya mencoba merangkum apa yang dimaksudkan oleh Saussure dengan linguistik dan Pierce mengatakan dengan nama lain dari semiotika adalah Logika atau permainan logika. Perkembangan yang semakin menunjukkan eksitensi tentang semiotika berkaitan dengan pemaknaan tanda. Kami akan mencoba menjelaskan apa yang dimaksud dengan ikon dan ikonitas yang merupakan tanda-tanda non-atbitrer menurut Pierce.
Ikon dan Ikonisitas
Bagi Pierce, ikon termasuk dalam tipologi tanda pada trikotomi kedua. Ikon merupakan sebutan bagi tanda yang non-arbitrer (bermotivasi). Menurut Pierce, Ikon adalah hubungan antara tanda dan objeknya atau acuan yang bersifat kemiripan (Sobur, 2004:41). Dia menyatakan bahwa ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan/similaritas dengan objeknya (Budiman, 2005:45). Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan (Nurgiyantoro, 1995:45).
Ikon merupakan tanda yang didasarkan oleh adanya similaritas (similarity) atau “keserupaan” (resemblance) di antara kedua kolerat tersebut (Budiman 2011: 69). Jenis tanda yang didasari resemblance itu adalah tanda ikonis dan gejalanya dapat disebut sebagai ikonisitas.
Ikonisitas merupakan salah satu gejala yang tidak kurang penting di dalam semiotika. Padahal, berbagai tanda ikonis berserakan di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: gambar wajah Dian Sastro tersenyum manja dengan bibir merah basah merekah sedikit terbuka dalam bungkus sabun, wajah Hitler pada kaos kita, atau gambar group band Peterpan dalam poster (ketiganya adalah ikon Images). Betapa terpolusinya kehidupan kita dengan tanda ikonis, tetapi kadang tidak terpikirkan.
Di dalam bahasa, kita menemukan kata onomatope sebagai tanda ikonis, misalnya kata ku ku ru yuk yang mengacu pada objek suara yang diacunya, yaitu Ayam Jago. Selain itu, kata dangdut yang juga mengacu pada objek suara yang diacunya.
suatu tanda, atau representamen, merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal atau kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda yang lebih terkembang. Tanda yang tercipta itu saya sebut sebagai interpretan dari tanda yang pertama. Tanda yang menggantikan sesuatu, yaitu objeknya, tidak dalam segala hal, melainkan dalam rujukannya pada sejumput gagasan, yang kadang saya sebut sebagai latar dari representamen (Budiman, 2011: 73).
Pierce, menyusun tipe ikon secara triparit. Yang mana karakteritik arbitrer dan konvesional itu hanya terdapat pada salah satu sub-tipe tanda yang dinamakannya sebagai simbol  (Budiman, 2011: 69). Tipe-tipe ikon itu misalnya, ikon image, ikon diagram, dan ikon metaforis. Ikon metafora (metaphor) merupakan suatu meta-tanda (metasign) yang ikonisitasnya berdasarkan pada kemiripan atau similaritas di antara objek-objek dari dua tanda simbolis. Biasanya berupa hubungan similaritas relasi abstrak seperti kemiripan sifat.
Contoh ikon metafora : Metafora “Kaki Gunung” dapat dihasilkan dengan mempersamakan objek yang berupa gunung dengan objek lain yang berupa tubuh manusia (atau hewan) yang memilih kaki. Kemiripannya, sama-sama berada di bawah dan berfungsi untuk menopang tubuh atau gunung.

Budiman, Kris Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 (hal. 3)
Walker, John A. Desain, Sejarah, Budaya; Sebuah Pengantar Komprehensif(Yogyakarta : Jalasutra cetakan I, Mei 2010) hal.  xxii
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal. 66
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal. 66
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal. 66
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal 67
Mulhern, Francis ( Budaya Meta Budaya ) Yogyakarta: Jalasutra, Cetakan I, Juli 2010. Hal. 145
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal 68-69
http://bahasa.kompasiana.com/2012/02/12/semiotika-ikon-dan-ikonisitas-pierce/ pada 13 Maret 2012 pukul 12.56 WIB, dalam (Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas: Semiotika Sastra Dan Seni Visual. Yogyakarta: Buku Baik).
http://bahasa.kompasiana.com/2012/02/12/semiotika-ikon-dan-ikonisitas-pierce/ pada 13 Maret 2012 pukul 12.56 WIB, Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosda., Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas: Semiotika Sastra Dan Seni Visual. Yogyakarta: Buku Baik
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) Hal. 73
Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) Hal. 69
http://bahasa.kompasiana.com/2012/02/12/semiotika-ikon-dan-ikonisitas-pierce/ pada 13 Maret 2012 pukul 12.56 WIB, dalam (Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas: Semiotika Sastra Dan Seni Visual. Yogyakarta: Buku Baik).

Semiotik


Semiotika : Makna di Dalam Simbol



Setiap kita melihat sebuah gambar,pasti kita pernah berfikir untuk mencari maksud dari gambar tersebut, begitu juga dengan pemberian warna, “kenapa sih di kasih warna merah?”, mungkin kita akan bertanya seperti itu. Begitu juga dengan bentuk tulisan terdapat di gambar, sebenarnya masih banyak pertanyaan lg yang akan kita pertanyakan dari suatu gambar.
Semiotika adalah ilmu tentang tanda - tanda yang menawarkan penjelasn tentang bagaimana orang mengambil makna dari kata-kata, suara dan gambar. Pemahaman tentang semiotika membantu seorang komunikator memberikan bebrapa “lapisan” informasi kepada pembaca. Semiotika sendiri berasal dari bahasa yunani “Semion” yang berarti “Tanda”. Tanda itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Contoh : asap bertanda adanay api.
Semiotika sendiri memiliki dua tokoh yang sangat berpengaruh pada awal mula ilmu ini ada, yakni Ferdinan de Saussure dan Charles Sander Pierce, kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak saling mengenal satu sama lain. Saussure mengembangakn ilmu tersebut di Eropa dengan banyak orang menyebutnya Semiologi dengan latar belakang ke ilmuanya adalah linguisticsedangkan Pierce mengembangkan semiotika di amerika dengan latar belakang keilmuan filsafat.
Semiotika dan Para Pemikirnya


Semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu “tanda”. Ahli semiotika,Umberto Eco mengatakan bahwa: "... pada prinsipnya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta, dengan menyebut tanda sebagai suatu ‘kebohonga’ dan dalam Tanda ada suatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan Tanda itu sendiri. Dengan demikian semiotika pada prinsipnya adalah suatu disiplin yang mempelajari apa pun yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan, jika sesuatu itu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran.
Ada beberapa tokoh – tokoh l yang menggambarkan pemikiran mereka tantang semiotika dan dapat di gunakan oleh khalayak dalam melakukan penelitian semiotika,mereka adalah :
1. Charles Sander Pierce
Sebuah tanda atau repesentamen menurut Charles S Peirce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu ---oleh peirce disebut interpretant dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada Objek tertentu Dengan demikian menurut Peirce, sebuah tanda ataurepresentamen memiliki relasi ‘triadik’ langsung dengan interpretan dan objeknya.
2. Ferdinan de Saussure
Saussure justru menggunakan pendekatan anti historis yang melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang utuh dan harmonis secara internal atau dalam istilah Saussure disebut sebagai langue. Dia mengusulkan teori bahasa yang disebut sebagai struktualisme untuk menggantikan pendekatan historis dan para pendahulunya.
3. Roland Barthes
Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model ‘glossematicsign’ (tanda-tanda glossematic). Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotic. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Fisike menyebut model ini sebagai Signifikasi dua tahap (two order of signification).

Semiotik

DAYA TARIK SEMIOTIK


Kalau mau jujur, sedikit saja ancangan/teori/metode atau disiplin ilmiah yang menarik bagi banyak kalangan. Ambil contoh psikologi; tentu saja, psikologi menarik bagi mereka yang belajar psikologi atau disiplinnya bersinggungan langsung dengan ilmu itu. Namun, psikologi tetap saja sesuatu yang tidak terlalu menarik bagi, misalnya, mereka yang belajar biologi. Atau ilmu sastra; ilmu ini hanya menarik bagi pembelajar ilmu sastra. Bagi pembelajar antropologi, ilmu sastra sesuatu yang barangkali membosankan. Dalam hal ini, peribahasa “rumput di halaman tetangga lebih hijau” tidak berlaku.

Di sinilah semiotika unggul. Sebab semiotika menarik bagi semua disiplin ilmu. Bagaimana mungkin? Setidak-tidaknya ada dua hal yang menyebabkan semiotika menarik bagi siapapun. Pertama, faktanya adalah telah terbukti semiotika memiliki wilayah kajian aplikatif yang mencakup semua disiplin. Mudah-mudahan seluruh semiotika terapan itu akan saya tuliskan dalam salah satu artikel di blog ini. Setakat ini cukuplah kiranya disebutkan beberapa, antara lain biologi, arsitektur, kedokteran, sosiologi, linguistik, ilmu sastra, antropologi, psikologi, psikoanalisis, kajian media, komunikasi.

Kedua, hakikat semiotika sebagai ilmu yang menelaah produksi dan interpretasi tanda membuatnya sudah menarik sejak awal. Hakikat itu membawa semiotika pada pemahaman bahwa sesuatu yang disebut realitas itu tidak lain dari representasi. Artinya, realitas selalu merupakan versi seseorang atau suatu lembaga mengenai perkara yang tersaji sebagai realitas itu. Pada gilirannya, bisa kita pahami bila semiotika mengatakan bahwa apa yang dianggap realitas bagi seseorang belum tentu demikian bagi orang lain.

Dengan kata lain, semiotika menyadarkan kita bahwa tanda yang dipakai untuk merepresentasi sesuatu senantiasa rentan terhadap manipulasi dan rekayasa. Contoh paling gampang dan kasar ialah iklan. Bila obat X diiklankan sanggup mengobati berbagai jenis penyakit, hal itu hanya suatu ikhtiar representasi, belum menjadi kenyataan sejati. Iklan itu bisa bohong belaka sebagaimana didefinisikan oleh Umberto Eco mengenai hakikat tanda.

Dalam contoh tadi saya memakai kata “kasar”. Maksudnya, iklan semacam itu sangat mudah diblejeti kebohongannya (jika memang begitu). Celakanya, sangat banyak produksi tanda (alias representasi) yang secara sangat halus bisa mengecoh. Tak terbilang iklan televisi atau cetak yang tidak menyebutkan sama sekali kehebatan produknya, tetapi hanya menyajikan gambar dan/atau tulisan yang memikat, lucu, dan logis. Justru dengan daya pikat itu, kelucuan itu, iklan tersebut sanggup menjerat konsumen untuk memiliki sikap yang sejalan dengan maksud produsen. Bujuk rayu halus seperti itu jauh lebih mujarab ketimbang iklan yang jelas-jelasan.

Begitulah, dengan berbekal semiotika kita bisa “melawan” representasi apapun, menguraikannya hingga rinci, untuk menguasai tanda alih-alih dikuasai tanda.

sumber : (Artikel pindahan dari blog saya pengantar-semiotika.blogspot.com)

Untuk Mata Indah

Kepangan Unik Untuk Rambutmu

m braid. Just need 5 minutes.

Buat Cantik Kukumu

Just need two nail polish
try this :)

Buat Kepangan Unik Rambutmu

Simple hairstyle
Match for hangout or work
so cute

Buat Kukumu Cantik dengan Cara Modern

Buat Kreasi Bungamu


Teori Kepemimpinan

Pentingnya Kepmimpinan Dalam Organisasi.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi rengang. Keadaan ini akan menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasarannya.
Kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Terlebih lagi pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang dalam pencapaian tujuan organisasi, para pekerja membutuhkan kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan mereka sehingga tetap harmonis. Jadi organisasi yang berhasil memiliki satu sifat umum yang menyebabkan organisasi tersebut dapat dibedakan dengan organisasi yang tidak berhasil. Sifat dan cirri umum tersebut adalah kepemimpinan yang efektif.
Teori – Teori Kepemimpinan.
Latar Belakang dan Studi Klasik Kepemimpinan.
Berikut ini adalah 3 penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti :
a.       Studi Lippit and White
Dilakukan oleh Ronald Lippit dan Ralph K. White pada akhir tahun 1930-an, dilakukan terhadap kelompok hobby dari anak yang berusia sepuluh tahun. Masing-masing kelompok dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai gaya berbeda yaitu otoriter, demokrasi, atau laissez-faire. Penelitian ini tidak memasukkan banyak variable, tetapi perbedaan gaya kepemimpinan telah menimbulkan reaksi dan hasil yang berbeda.
b.      Studi Ohio State
Biro penelitian bisnis di Ohio State University mencoba menganalisa bermacam-macam dimensi dari perilaku pemimpin yang efektif dalam berbagai kelompok dan situasi. Penelitian ini menggunakan kuesioner deskripsi perilaku pemimpin dan dengan memberikan beragam situasi kepemimpinan. Ada dua dimensi yaitu:
·         Perhatian ( consideration) menggambarkan hubungan yang hangat antara seseorang atasan dengan bawahannya, adanya saling percaya, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap gagasan bawahan.
·         Struktur pengambilan inisiatif (Iniating structure) menjelaskan seorang pemimpin mengatur dan menentukan hubungan dengan bawahannya. Pemimpin menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya.
Studi ini menujukkan fungsi kepemimpinan yang penting yaitu berpijak pada pengarahan tugas atau tujuan dan perhatian terhadap kebutuhan individu.
c.       Studi Early Michigan
Studi ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Survei Inuversity of Michigan tahun 1947. Bertujuan untuk menentukan prinsip yang mempengaruhi produktivitas kelompok kinerja dan kepuasan para anggota kelompok atas dasar partisipasi yang mereka berikan. Hal ini meliputi variable dan psikologis yang mungkin mempengaruhi moral dan produktivitas. Jadi faktor yang dikendalikan adalah seperti tipe pekerjaan, kondisi kerja, dan metode kerja  baik untuk para mandor maupun bagi pekerja. Mandor yang bekerja pada high-producing lebih menyukai :
·         Menerima pengendalian yang lebih bersifat umum daripada khusus.
·         Sejumlah wewenang dan tanggung jawab mereka dalam pekerjaannya.
·         Mempergunakan waktu untuk pengendalian.
·         Memberikan pengendalian lebih umum kepada para karyawan daripada yang khusus.
·         Orientasi lebih pada karyawan daripada orientasi pada produksi.
Sedangkan bagi mandor yang berkerja pada low-production mempunyai cirri dan teknik yang berlawanan yaitu pengendalian khusus dan orientasi pada produksi. Kepuasan karyawan pula tidak berhubungan secara langsung dengan produktivitas.
Ketiga studi terpenting tentang kepemimpinan dalam mempelajari perilaku organisasi. Sebelum mencoba untuk menganalisa kedudukan kepemimpinan suatu organisasi, penting sekali untuk melihat perkembangan teori kepemimpinan.
Teori Sifat Kepemimpinan
Teori sifat paling awal yang dapat ditelusuri kembali dampai jaman kerajaan Yunani dan Romawi, mengemukaan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Teori ini sering disebut dengan great man. Sesorang dilahirkan membawa atau tidak membawa siri atau sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin, atau dengan kata lain individu yang lahir membawa cirri tertentu yang memungkinakn dia dapat menjadi seorang pemimpin. Keith davis mengemukakan ada 4 ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
·         Kecerdasan (intelligence). Penelitian pada umunya menujukkan bahwa seseorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya.
·         Kedewasaan social dan hubungan sosila yang luas (social maturity and breadth). Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.
·         Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara relative mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsic daripada ekstrinsik.
·         Sikap hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukse akan mengakui harga diri dan martabat pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada karyawannya.
Teori sifat kepemimpinan ini lebih bersifat deskriptif tetapi dengan nilai analitis dan prediktif yang rendah.
Teori Kelompok
Teori kelopmok dalam kepemimpinan dikembangkan atas dasar ilmu psikologi social. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positive antara pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan merupakan suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep psikologis social yang dapat digunakan untuk membantu penerapan konsep pertukaran dan peranan tersebut pada proses kepemimpinan.
Teori Situasional
Fred Fielder telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas kepemimpinan yang dikenal sebagai contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau menyenangkan. Situasi tersebit digambarkan oleh Fiedler dalam tiga dimesi empiric yaitu
·         hubungan pimpinan anggota,
·         tingkat dalam struktur tigas,
·         posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan wewenang formal.
Situasi ini menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga dimensi yang ada diatas adalah berderajat tinggi. Bila situasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan bahwa situasi menguntungkan yang dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan akan menentukan efektivitas pelaksanaan kerja kelompok.
Penemuan Fiedler menguntungkan bahwa dalam situasi yang sangat menguntungkan atau tidak sangat menguntungkan, tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan sangatlah efektif.Sedangkan bila pemimpin hanya bersifat moderat (treletak dalam range tengah) tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak akan sangat efektif.
Managerial Grid
Salah satu pendekatan yang sangan popular untuk mengidentifikasikan berbagai gaya kepemimpinan para manajer praktisi.  Gambar dibawah ini menunjukan bahwa dua dimensi jaringan adalah perhatian terhadap produksi sepanjang vertical dan perhatian terhadap produksi sepanjang horizontal. \
http://www.mbaknol.com/wp-content/uploads/2012/01/Leadership-Grid-mbaknol.jpg

1,1 : pencurahan usaha minimum untyk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan untuk menopang keanggotaan organisasi
9,9 : penyelesaian pekerjaan adalah dari dedikasi karyawan, saling bergantung melalui suatu rancangan umum dalam tujuan organisasi yang mengarahkan untuk hubungan-hubungan yang saling mempercayai dan menghormati
5,5 : prestasi organisasi yang memadai dapat dicpai melalui pengimbangan keperluan pelaksanaan kerja dengan pemeliharaan semangat kerja karyawan pada tingkat yang memuaskan
1,9 : perhatian sepenuhnya pada kebutuhan-kebutuhan karyawan bagi pemuasan hubungan-hubungan yang mengarahkan ke suatu suasana persabahabatan dan kecepatan kerja yang menyenangkan dalam organisasi
9,1 : efisiensi operasi dihasilkan dari penciptaan konsidi kerja dengan suatu cara di mana unsure manusia dilibatkan pada derajat minimum
Tiga Dimensional Reddin
William J. Reddin menambahkan dimensi ketiga atau efektivitas pada modelnya, selain itu dia juga mempertimbangkan dampak situasional pada gaya yang sesuai. Hal penting yang dikemukakan Reddin adalah setiap gaya tersebut dapat efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi.
http://www.wjreddin.co.uk/content_uploads/images/3-d-model.jpg
Gaya-gaya efektif
1.      Eksekutif
Gaya ini memberikan perhatian besar  baik terhadap tugas maupun terhadap karyawannya.
2.      Pembangun
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas manajer.
3.      Otokrat penuh kebajikan
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian minimum terhadap dan perhatian minimum terhadap karyawan.
4.      Birokrat
Gaya ini memberikabn perhatian minimum baik terhadap tugas mauoun karyawan.
Gaya-gaya tidak efektif
1.      Kompromis
Gaya ini memberikan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan dalam suatu situasi yang hanya memerlukan penekanan salah satu diantaranya.
2.      Misionaris
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas dimana perilaku seperti itu todak cocok.
3.      Otokrat
Gaya ini meberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian minimum terhadap karyawan dimana perilaku seperti itu tidak tepat.
4.      Pelarian
Gaya ini memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan karyawan dalam suatu situasi dimana perilaku seperti itu tidak sesuai.
Empat system manajemen likert
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ5EgAEPAZYoiogNCSXdRDHF0wBQFFumGld9bvK_AdimPwSSgEVABpZVRX1yotQj9kD9uELOx9xVAeAIw-Zb4si_N615BBscecLGpdL-HUoqJtgMtbrm5XOfnlzkyOI0HPnPv0uLVLUqfs/s1600/Picture1.jpg
Mengemukakan empat system atau gaya dasar kepemimpinan organisasional. Empat gaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      System 1 
Otokratik eksploatif : manajer mengambil semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan dan biasanya mengeksploatasi bawahan untuk melaksankannya.


2.      System 2
Otokratik penuh kebajikan : manajer tetap menentukan perintah-perintah kerja, tetapi bawahan diberi keleluasanaan dalam pelaksanaannya dengan suatu cara paternalistic.
3.      System 3
Partisipatif : manajer menggunakan gaya konsultatif.
4.      System 4
Demokratik : manajer memberikan penghargaan kepada bawahan tetapi memberikan kesempatan pastisipasi total dan keputusan dibuat atas dasar konsesus dan prinsip mayoritas.
Secara konsisten, unit-unit yang berproduksi tinggi ditunjukan dengan system 3 dan  4, dan unit-unit yang berproduksi rendah berada di bawah system 1 dan 2.
Kebutuhan fleksibilitas gaya kepemimpinan
Seorang individu menjadi pemimpin  dituntut untuk fleksibel, gaya kepemimpinannya harus diperlengkapi dengan pertimbangan akan situasi khusus dan keterlibatan individu. Manajer dapat mulai dengan memperkirakan system nilai dirinya dan menentukan gaya kepemimpinan umum yang dirasa cocok. Setelah mencapai hal in, dia membutuhkan praktek untuk melengkapi proses pendekatan fleksibel ini.




Badan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif

BAB. 1
PENGERTIAN BADAN LEGISLATIF, EKSEKUTIF, DAN YUDIKATIF
Teori pembagian kekuasaan yang selama ini dikenal, datang dari Montesquieu yang membagi kekuasaan negara ke dalam 3 bagian penting. Legislatif yang bertugas membuat Undang-undang, Eksekutif yang bertugas menjalankan Undang-Undang dan Yudikatif adalah pengawas terhadap Eksekutif. Tujuan dari teori ini tentu untuk membatasi kekuasaan yang absolut, sehingga ada fungsi check and balance.
Eksekutif yang korup membuat rakyat berharap kepada Yudikatif untuk mengawasi. Ternyata Yudikatif juga tidak lebih baik. Sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan perundang-undangan, hati ini miris melihat suatu lembaga yang harusnya menegakkan hukum dan perundangan juga terlibat pada sistem. Pada akhirnya, harapan itu bergantung pada Legislatif, lembaga yang membuat Undang-undang, lembaga yang disebut juga sebagai rumah rakyat. Rumah rakyat yang mewah itu dipenuhi oleh tikus-tikus yang selalu berbicara untuk membela rakyat, yang haus akan kekuasaan dan yang tidak kompeten  membuat Undang-undang itu sendiri.
Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yangdemokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif danyudikatif.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara unikameral, namun setelahamandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak2004 menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen. Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemiludan dilantik untuk masa jabatan lima tahun. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan dan TNI/Polri. MPR saat ini diketuai oleh Taufiq Kiemas. DPR saat ini diketuai olehMarzuki Alie, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.
Lembaga eksekutif  berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.





BAB. 2
TOKOH KORUPTOR DI BADANNYA MASING-MASING

2.1 Contoh Tentang Tokoh Yang Korupsi di Badan Legislatif.
Selasa, 3 April 2012

KPK Periksa Ketua DPRD Jateng Sebagai Tersangka Korupsi APBD

Jakarta - Sepekan berselang sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ketua DPRD Jateng Murdoko dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kendal 2003/2004.
"M diperiksa sebagai tersangka," tutur Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (3/4/2012)
Sampai pukul 10.30 WIB, Murdoko belum hadir di kantor KPK. Besar kemungkinan jika dia datang dan kondisi kesehatannya memungkinkan, dia akan ditahan seperti tersangka-tersangka KPK lainnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi membidik Murdoko atas dua kasus dugaan korupsi dengan taksiran kerugian uang negara senilai Rp 4,75 miliar. Kasus ini terjadi saat Murdoko menjabat anggota DPRD Semarang periode 1999-2004.
Kasus pertama, ia diduga melakukan korupsi Dana Alokasi Umum 2003 sebesar Rp 3 miliar dengan modus pinjaman kepada pemerintah Kendal. Kedua, Murdoko juga diduga terbelit kasus penyaluran dana eks pinjaman daerah Kendal pada 2003/2004.
Murdoko melakukan kejahatan itu bersama Bupati dan Wakil Bupati Kendal saat itu, Hendy Boedoro dan Warsa Susilo.










2.2  Contoh Tentang Tokoh Yang Korupsi di Badan Legislatif.
Selasa, 1 Mei 2012
Jakarta (ANTARA News) - Empat hari sudah politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap untuk proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Angelina Sondakh yang akrab disapa Angie ini diduga menerima sejumlah "fee" (bayaran) karena sukses mengawal anggaran untuk beberapa proyek di dua Kementerian, yakni proyek Wisma Atlet Jakabaring (Kementerian Pemuda dan Olahraga/Kemenpora) dan pembahasan anggaran proyek di sejumlah universitas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Kemendikbud).
Meski sejak 3 Februari 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Putri Indonesia tahun 2001 ini sebagai tersangka terkait dugaan suap di Kemenpora namun baru Jumat (27/4), Angie menjalani tahanan di basement lembaga antikorupsi.Hanya dalam empat hari penahanan tersebut berita yang berkaitan dengan istri almarhum Adjie Massaid ini mengalir dengan derasnya ke publik. Tidak hanya berita soal sinusitis Angie yang kambuh, soal waktu kunjungan bagi anak-anak Angie yang tidak fleksibel, soal dukungan sang ayah dengan semangat "the power of love" terhadap Angie, juga soal kunjungan tiga buah hati mantan Wakil Sekjen Umum Partai Demokrat ini di hari pertama ia ditahan yang dapat dicermati.

Pernyataan dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pun menjadi perhatian publik saat ia mengatakan memilih mendoakan Angelina Sondakh dari luar tahanan dari pada menjenguk Angie ke Rutan KPK.Namun hal spesial adalah pernyataan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Subur Budi Santoso yang datang menjenguk Angie di Rutan KPK dengan membawa buku dzikir untuk anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini.

Subut meminta kader Partai Demokrat ini bersabar dan tabah menjalani kasus yang menimpanya. Ia juga meminta Angie untuk jujur dan tidak menutup-nutupi kasus dugaan suap Wisma Atlet Jakabaring.Masih begitu jelas reaksi masyarakat yang hadir di ruang sidang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta saat Angie bersaksi untuk terdakwa Muhammad Nazaruddin dengan kasus dugaan suap proyek di Wisma Atlet Jakabaring.

Bagaimana Angie mengatakan tidak memiliki Blackberry di tahun 2009 sementara foto dirinya yang sedang mengandung memegang gadget asal Kanada tersebut terpampang di salah satu media online ditunjukkan oleh kuasa hukum Nazaruddin dalam persidangan.Angie mengaku tidak mengenal baik Mindo Rosalina Manulang (Rosa) namun terdapat bukti percakapan Blackberry Messanger (BBm) Putri Indonesia tahun 2001 mengundang Rosa menghadiri ulang tahun Keanu di rumahnya.Tidak hanya kuasa hukum Nazaruddin yang mengingatkan agar Angie berkata jujur dalam persidangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK juga sempat meminta secara tidak langsung agar anggota Komisi X DPR ini berkata jujur dalam persidangan.Bahkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memimpin sidang Nazaruddin juga mengingatkan agar Angie berkata jujur dalam memberikan keterangan karena sudah berada di bawah sumpah.




2.3 Analisis Penyebab Kasus Korupsi di Badan Legislatif.
           
                Korupsi merupakan tindak kejahatan dimana secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
            Dari kedua contoh kasus diatas mengenai korupsi baik yang dilakukan oleh Murdoko maupun Anggelina Sondakh selaku badan legislative dapat ditarik kesimpulan tantang alasan mereka melakukan korupsi. Jika Murdoko melakukan korupsi dikarenakan lemahnya tanggung jawab terhadap masyarakat yaitu menggunakan uang rakyat untuk memperkaya dirinya bukan untuk disalurkan kembali ke rakyat yang semsetinya. Tetapi Anggelina Sondakh melakukan korupsi sebenarnya juga dikarenakan tidak bertanggung jawab terhadap kasus wisma atlit karena menerima suap. Kurangnya transparasi dalam pengambilan keputusan pemerintah juga merupakan kelonggaran bagi Murdoko untuk melakukan korupsi. Jika bagi Angie kurangnya pengawasan dan hukuman yang tidak berat untuk korupsi membuatnya berani melakukan tindakan korupsi diatas kuasa dan wewenangnya.
            Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah yang banyak tentu menjadi suatu pingin-pingin bagi mereka yang tidak kuat menahan ambisi memperkaya diri sendiri. Iman serta jiwa yang kuat akan mental uang diperhitungakn disini oleh masing-masing individu yang melakukannya. Seseorang mempunyai suatu privasi dalam hidupnya yang memang sebenarnya tidak dapat diketahui dengan blak-blakan. Lingkungannya yang tertutup membuat Murdoko dan Angie mampu melakukan korupsi dengan sesuka hatinya sebagai badan legislative memanfaatkan jaringan kolega teman-temannya maupun teman sejabatannya. Lemahnya ketertiban umum menjadikan mereka tidak takut akan hukuman yang menjatuhi mereka. Jika didalam media masa memiliki kekuatan untuk meliput suatu perkara yang sudah terungkap tetapi media memiliki ruang yang membuat dirinya tidak diperkenankan meliput kehidupan dan bagaimana suatu proyek itu dijalankan dengan semestinya, hal ini membuat Angie menerima suap dan Murdoko melakukan penggelapan uang APBN.
            Korupsi merupakan tindakan yang melibatkan antara tindakan penggelapan, nepotisme, dan juga penyalahgunaan di bidang pemerintah yang seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan pemerintah, dan penipuan. Angie yang melakukan korupsi diduga kuat tidak memiliki mental yang kuat. Karena setelah dirinya ditinggal suaminya, Angie harus membiayai kebutuhan 3 orang anaknya. Kebiasaan hidup glamour membuat dirinya tidak bisa menahan suatu tidnakan yang dinamakan korupsi. Keinginan untuk terbiasanya hidup glamour juga dirasakan oleh Murdoko yang menganggap gaji pemerintahan dirasa kecil sehingga untuk menambah pundi-pundinya beliau melakukan korupsi terhadap dana atau suatu proyek yang sedang dikerjakannya.
            Korupsi terjadi dapat dikarenakan di berbagai bidang. Bisa karena lembaganya, peraturan yang dianggap hanya sebagai pil pahit sementara yang terkadang tidak membuat jera karena begitu ringannya, atau bisa karena masyarakatnya sendiri yang tidak tahan melihat uang berlibat ganda.





3.1. Contoh Tentang Tokoh yang Korupsi di Badan Eksekutif
Bob Hasan ditahan karena Skandal
The Jakarta Post, Jakarta | Nasional | Wed, 2000/3/29 7:24
JAKARTA (JP): Kayu taipan Mohamad "" Bob "" Hasan ditahan di Kantor Kejaksaan Agung, Selasa, setelah secara resmi yang dinyatakan sebagai tersangka dalam skandal US $ 87.000.000 korupsi.Chaerul Imam, direktur urusan korupsi di Kejaksaan Agung, mengatakan surat perintah telah dikeluarkan untuk menahan Bob Hasan untuk 20days untuk ditanyai sehubungan dengan kontrak pemerintah untuk memetakan sumber daya hutan di Indonesia.Bob Hasan adalah tersangka dalam penyelidikan pemerintah ke dalam allegedembezzlement dana reboisasi besar-besaran pemerintah.
Kontrak $ 87.000.000 dilakukan oleh PT Mapindo Parma dan uang itu dibayarkan dari dana reboisasi pemerintah.Namun, Departemen Kehutanan dan Perkebunan bulan lalu melaporkan penyimpangan dalam hasil pemetaan, mengatakan teknik yang digunakan adalah usang, tidak ekonomis dan tidak hidup sesuai dengan nilai kontrak.Bob Hasan, yang secara singkat menjabat sebagai menteri industri dan perdagangan pada tahun 1998, telah dipertanyakan oleh Kantor Kejaksaan Agung sejak Februari atas kasus ini.Didampingi sekretarisnya Andi Darussalam, golf-teman mantan Presiden Soeharto mengatakan ia tidak keberatan untuk menjadi dinyatakan sebagai tersangka dalam penyelidikan korupsi."" Saya harus sesuai dengan prosedur hukum, "" katanya setelah interogasi "." Selain itu, ini adalah negara hukum "," tambahnya.Bob Hasan telah diungkapkan pada kesempatan lain bahwa peneliti pemerintah juga menanyakan tentang kasus korupsi yang melibatkan Soeharto.Kantor Kejaksaan Agung telah memanggil mantan presiden untuk appearon Kamis dan menjawab pertanyaan tentang pengelolaan miliaran dolar dana milik yayasan amal yang dipimpin.Kejaksaan Agung Soehandoyo juru bicara kepada The Jakarta Post thatBob Hasan tidak memiliki pengacara pada Selasa malam."" Kami akan bertanya padanya tentang ini, "" katanya, menambahkan bahwa pertanyaan akan terus pada hari Rabu. 
Hasan sering subyek tuduhan korupsi sebagai hasil dari transaksi bisnis dan kontrol dari banyak industri Indonesia, setelah Soeharto mengundurkan diri pada 1998, serangkaian penilaian pengadilan menemukan bukti kejahatan. Dia didenda 50 miliar rupiah ( US $ 7 juta) sebagai hasil dari gugatan yang diajukan oleh beberapa organisasi pemuda, menyatakan bahwa Hasan telah memerintahkan pembakaran hutan di Sumatera .  Pada Februari 2001, pengadilan menghukum dia dengan suara bulat menyebabkan kerugian $ AS 244 juta kepada pemerintah Indonesia melalui proyek pemetaan hutan-penipuan di Jawa pada awal 1990-an, yang mengarah ke penjara. Dia dipenjara di penjara Cipinang dan kemudian di lebih aman Nusa Kambangan , sebuah pulau di lepas pantai selatan Jawa Tengah, sampai dibebaskan pada pembebasan bersyarat pada Februari 2004.  Hasan adalah yang pertama dan di antara yang paling menonjol dari Soeharto mantan rekan terbukti melakukan kecurangan dan korupsi setelah Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998.Hasan adalah anggota dari Komite Olimpiade Internasional 1994-2004, ketika IOC mengusirnya karena tuduhan korupsi itu. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 setelah IOC menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk menghadiri Olimpiade 2000 di Sydney, Australia meskipun dia berada di bawah penangkapan pada saat itu.



3.2. Contoh Tokoh yang Korupsi di Badan Eksekutif.
Menhukham: Vonis Nazar Adil
JAKARTA, KOMPAS.com Muhammad Nazaruddin, bendahara 33 tahun mantan Partai Demokrat Yudhoyono, ditangkap pada 8 Agustus di kota Kolombia Cartagena setelah melewatkan negara tersebut ketika ia terlibat dalam skandal suap besar yang melibatkan pembangunan perumahan atlet untuk Asian Games Tenggara, yang diadakan di Indonesia pada bulan November. Sekretaris kepada Menteri Pemuda dan Olahraga dan dua lainnya juga telah ditangkap.

- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, vonis hukuman penjara 4 tahun 10 bulan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor terhadap M Nazaruddin, Jumat (20/4/2012) cukup adil. Amir menilai, tempus delekti atau waktu kejadian, jelas.
"Ada penyebutan-penyebutan peristiwa ataupun orang tetapi oleh pengadilan dianggap tidak relevan karena tidak berada dalam kurun waktu tempus delekti kejadian. Saya kira cukup fair," kata Amir kepada para wartawan di halaman Istana Negara, Jakarta, Jumat.
Amir juga menilai persidangan berjalan secara terbuka dan transparan. Pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan hakim juga dapat diterima. Sebelumnya, terkait vonis ini, Istana Kepresidenan tidak memberikan komentar resmi.
"Kami menjaga tradisi untuk tidak membuat komentar terhadap sebuah keputusan pengadilan. Presiden tidak boleh berpendapat dengan membuat penilaian atas keputusan hakim yang prosesnya berlangsung secara terbuka di depan publik. Biarlah, pihak-pihak yang memiliki otoritas seperti kejaksaan dan para ahli hukum untuk membicarakan dan menempuh tindakan hukum yang relevan," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa.
Selain kurungan penjara, Nazarudin, yang dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, diharuskan membayar denda sebesar Rp 200 juta yang dapat diganti empat bulan kurungan.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta Nazaruddin dihukum tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis hakim menilai, Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan ketiga.






3.3. Analisis Penyebab Kasus Korupsi di Badan Eksekutif.
            Badan eksekutif adalah badan yang meliputi presiden, wakil presiden, serta cabinet-kabinetnya yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Mengingat betapa kuatnya kekuasaan badan legislative diperlukan lembaga eksekutif yang membantu menstabilisasi kekuasaan dan wewenang yang ada.
Seperti halnya dengan badan legislative yang melakukan korupsi, badan eksekutif juga melakukan tindakan yang dirasa sama dengan badan yang lainnya. Memperkaya diri sendiri dengan menggunakan uang rakyat tanpa memperdulikan hukuman yang akan menjauhinya. Seperti kasus tentang Bob Hasan dan Nazaruddin. Bob Hasan melakukan korupsi mengenai dana reboisasi pemerintah pada zamannya bersama Soeharto pula yang melakukan korupsi. Sebagai menteri industry dan perdagangan di tahun 1998, Bob Hasan melakukan korupsi dana reboisasi pemerintah yang sangat besar. Tindakannya Hasan adalah yang pertama dan di antara yang paling menonjol dari Soeharto mantan rekan terbukti melakukan kecurangan dan korupsi setelah Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998.Hasan adalah anggota dari Komite Olimpiade Internasional 1994-2004, ketika IOC mengusirnya karena tuduhan korupsi itu. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 setelah IOC menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk menghadiri Olimpiade 2000 di Sydney, Australia meskipun dia berada di bawah penangkapan pada saat itu.
Jika Bob Hasan pada zamannya menguak tentang korupsi Soeharto, kini pada zaman sekarang ini Nazaruddin lah yang menguak suatu tombak yang menjerumuskan semua menteri di bawah pimpinan Susilo. Sebagai mantan bendahara presiden yang menduduki jangka waktu 33 tahun, ini merupakan tamparan bagi presiden yang sudah mempercayakan dirinya sebagai bendahar presiden. Kasusnya pun tidak boleh mnedapat campur aduk dari presiden sendiri melainkan hanya boleh ditangani oleh badan yang berwenang. Penangkapannya sebagai orang penting di pemerintahan dan dipercaya presiden justru membuka semua kedok korupsi yang lainnya.
Korupsi yang dilakukan oleh keduanya ini didasarkan pada kekuasaannya dan jabatannya yang tidak dijalankan dengan baik, melainnkan menggunakannya untuk kepentingan pribadi tanpa melihat dampak apa yang terjadi. Masyarakat yang mulai tebawa arus globalisasi menganggap uang adalah segalanya berusaha memperkaya diri dengan jalan apapun itu tanpa melihat dirinya itu sebagai pejabat apa dan kuasanya. Korupsi dua tokoh ini bersangkutan langsung dengan para presiden, dan ini merupakan tamparan yang sangat hebat.
Peraturan yang tidak bertindak tegas membuat mereka mau untuk melakukannya asal demi mendapatkan uang yang banyak untuk hidupnya. Seperti Bob Hasan penangkapannya dengan kasus uang yang sangat banyak akhirnya juga berujung pada pembebasan. Dan begitu pula Nazaruddin yang masih mendapat perlindungan hukum meskipun sudah terbukti bersalah. Melihat mukanya yang masih senang dan mampu tersenyum memungkinkan dirinya tidak mendapatkan jatuhan hukuman yang sangat berat melainkan diperpanjang masanya. Peraturan hukum yang lemah di Indonesia membuat mereka yang dipercaya langsung oleh presiden melakukan tindakan korupsi karena mereka percaya berada pada payung kekuasaan yaitu presiden.





4.1 Contoh Tokoh yang Melakukan Korupsi di Badan Eksekutif
Kritik sebagai Hakim Indonesia Mendapat Hanya Empat Tahun Penjara Untuk Korupsi 
Rizky Amelia | 29 Februari 2012
ACentral Pengadilan Negeri Jakarta hakim dinyatakan bersalah oleh pengadilan korupsi di Jakarta, Selasa namun menerima hukuman penjara hanya empat tahun, jauh dari 20 tahun dicari oleh jaksa. M. Syarifuddin Umar dinyatakan bersalah menerima suap Rp 250 ($ 28.000) juta sementara memimpin kasus kebangkrutan perusahaan pakaian Skycamping Indonesia. Syarifuddin, yang bertindak sebagai hakim pengawas pada kasus ini, menerima Rp 250 juta dalam suap dari Puguh Wirawan, seorang kurator yang menangani kasus kebangkrutan. Puguh dibayar Syarifuddin untuk menilai terlalu tinggi aset perusahaan sebesar Rp 10 miliar. 

Bank Nasional Indonesia dan kantor pajak telah dihargai aset perusahaan sebesar Rp 25 miliar. Syarifuddin juga diperintahkan membayar Rp 150 juta dalam denda atau melayani empat bulan tambahan di penjara. Jaksa menuntut hukuman yang lebih keras, dengan alasan bahwa Syarifuddin telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai hakim. Majelis hakim yang dipimpin oleh Gusrizal, tidak setuju, yang menyatakan bahwa, dalam posisi pengawasan, Syarifuddin tidak mampu membuat keputusan, kata Mien Trisnawati, salah satu juri. 

Namun, Syarifuddin harus telah melaporkan kesalahan Puguh kepada pengadilan menangani kasus kebangkrutan Skycamping Indonesia, Mien mengatakan. Puguh dijatuhi hukuman tiga setengah tahun penjara pada November karena perannya dalam kasus tersebut. Hukuman ini telah menarik kritik oleh Tonton antigraft pengawas Korupsi Indonesia. Peneliti ICW Donal Fariz mengatakan Selasa bahwa Jakarta Anti Korupsi Pengadilan tidak merangkul sikap anti korupsi-dan bahwa hukuman yang ringan mengirim pesan kepada publik yang sudah kritis yang dilihat pengadilan sebagai lemah pada tersangka korupsi. Syarifuddin mengatakan Selasa bahwa dia akan mengajukan banding hukuman itu. Dia juga menuntut agar ia dan pengacaranya diberikan salinan file lengkap pada kasus kebangkrutan sebelum mengajukan banding. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jaksa Zet Tadung Allo mengatakan akan mempelajari keputusan pengadilan korupsi sebelum memutuskan apakah akan mengajukan banding. "Kami akan membuat keputusan dalam tujuh hari," katanya. Majelis hakim di pengadilan antikorupsi juga memutuskan pada Selasa bahwa uang disita dari Syarifuddin selama penyelidikan yang tidak terkait dengan suap Rp 250 juta harus dikembalikan kepadanya. Dalam perjalanan penyelidikan, pejabat KPK pulih sebesar Rp 250 juta dari tersangka dan menyita lebih Rp 392 juta tunai, $ 116.128, 245.000 dolar Singapura, 20.000 yen, 12,66 riel Kamboja dan 5.900 baht Thailand. Jaksa telah menuntut Syarifuddin membuktikan uang itu sah-nya. Kegagalan untuk melakukannya akan berarti uang itu diperlakukan sebagai hasil korupsi. 
Para hakim, bagaimanapun, mengatakan bahwa biaya asli diajukan terhadap Syarifuddin adalah untuk Rp 250 juta tidak sisa uang.




4.2 Analisis Penyabab Tokoh di Badan Yudikatif Melakukan Korupsi
            Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan. Badan lembaga Yudikatif memiliki peranan besar pula di dalam peraturan dan penegakkan hukum yang berlaku di Indonesia. Tetapi malah tetap dijadikan gudang untuk melakukan tindak kejahatan korupsi yang melibatkan sejumlah orang hakim dan salah satunya yaitu M. Syarifuddin.
            M. Syarifuddin menerima suap dari terdakwa Puguh Wirawan ketika dirinya menjadi hakim pengawas pada kasusnya. Korupsi yang dilakukan lembaga badan ini dengan contoh M.Syarifuddin merupakan contoh bahwa seseorang yang semestinya menjadi panutan bahwa hukuman di Indonesia harus ditaati tetapi melanggar hukum itu sendiri. Lemahnya hukuman bagi koruptor di Indonesia menjadikan orang-orang yang sebenarnya takut akan hukum karena melihat hakim saja menerima suap membuat orang lain semakin tidak enggan melakukan korupsi.
            Mungkin karena gajinya yang rendah membuat mereka menjadi bulan-bulanan melakukan korupsi seperti pada kasus ini yaitu menerima suap. Dan sudah terbukti karena terlindung oleh payung kekuasaan, hukuman bagi mereka yang melakukan korupsi pun juga sangat ringan. Jiwa mental masyarakatnya yang menjadikan Indonesia berani melakukan korupsi dengan dana yang sangat luar biasa banyaknya. Tanpa melihat jangka panjang, mereka melakukannya karena ingin memperkaya diri.
            Seharusnya mereka sebagai badan yudikatif yang menegakkan hukum bertindak dengan berpikir matang bahwa seharusnya mereka tidak melakukan hal tersebut karena merekalah tonggak hukum di Indonesia yang semakin berantakan.















UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  23  TAHUN  2003
TENTANG
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan negara sesuai denganamanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat;
b. bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis danberadab dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung,umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b di atas perlu ditetapkan Undang-Undangtentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7,Pasal 8, Pasal 9, Pasal 20, Pasal 22E, Pasal 24C ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1), UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4251);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4277);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM  PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.
BAB I.KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyatdalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan RakyatDaerah Provinsi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut Pemilu Presiden danWakil Presiden adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
3. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat DaerahProvinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota selanjutnya disingkat DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
4. Partai Politik adalah partai politik peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Undang-UndangNomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
5. Gabungan Partai Politik adalah dua partai politik peserta Pemilu atau lebih yang bersama-samabersepakat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
6. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden selanjutnya disebut Pasangan Calon adalahpeserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabunganpartai politik yang telah memenuhi persyaratan.
7. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan UmumKabupaten/Kota yang selanjutnya disebut KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kotasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan UmumAnggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah dengan penyesuaian dan pengaturan lainnya dalam undang-undang ini adalahpenyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
8. Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemilihan Luar Negeri, Panitia Pemungutan Suara,Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara LuarNegeri selanjutnya disebut PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
9. Pengawas Pemilu adalah Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, PanitiaPengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan adalahsebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan UmumAnggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
10. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu.
11. Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut kampanye adalahkegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon.
12. Tim Pelaksana Kampanye yang selanjutnya disebut Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh Pasangan Calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang bertugas dan berkewenangan membantu penyelenggaraan kampanye serta bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye.
13. Tempat Pemungutan Suara dan Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri yang selanjutnya disebut TPS dan TPSLN adalah tempat pemilih memberikan suara pada hari pemungutan suara.Pasal  2 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal  3
(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu daerah Pemilihan.
(2) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali pada hari libur atau hari yang diliburkan.
(3) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu rangkaian dengan Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
(4) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus sudah menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum masa jabatan Presiden berakhir.
Pasal  4
Pemungutan suara untuk pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 3 ayat  (1) dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil Pemilu bagi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
BAB II PESERTA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal  5
(1) Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
(2) Pengumuman calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden atau Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian daftar calon anggota DPR kepada KPU.
(3) Pendaftaran Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau perolehan suara sah yang ditentukan oleh undangundang ini kepada KPU.
(4) Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlahkursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Pasal 6
Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
c. tidak pernah mengkhianati negara;
d. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden
dan Wakil Presiden;
e. bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
f. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
g. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
h. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
k. terdaftar sebagai pemilih;
l. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
m. memiliki daftar riwayat hidup;
n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
o. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
p. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusanpengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
q. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
r. berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat;
s. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI;
t. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
BAB III HAK MEMILIH
Pasal  7
Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Pasal  8
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.
(2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.
BAB  IV. PENYELENGGARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal  9
(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan oleh KPU.
(2) KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah KPU sebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini.
Pasal  10
Tugas dan wewenang KPU dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah:
a. merencanakan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. menetapkan tata cara pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan tahapanyang diatur dalam undang-undang;
c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan PemiluPresiden dan wakil Presiden;
d. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara PemiluPresiden dan Wakil Presiden;
e. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon;
f. meneliti persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan;
g. menetapkan Pasangan Calon yang telah memenuhi persyaratan;
h. menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim Kampanye;
i. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
j. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit yang dimaksud;
k. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
l. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh undang-undang.
Pasal  11
KPU berkewajiban:
a. memperlakukan Pasangan Calon secara adil dan setara guna menyukseskan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan denganpenyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan peraturan perundangundangan;
c. memelihara arsip dan dokumen Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. menyampaikan informasi kegiatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada masyarakat;
e. melaporkan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada Presiden selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah pengucapan sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden;
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. melaksanakan semua tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara tepat waktu.
Pasal  12
Tugas dan wewenang KPU Provinsi adalah:
a. merencanakan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi;
b. melaksanakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi;
c. menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi;
d. mengkoordinasikan kegiatan KPU Kabupaten/Kota;
e. menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim Kampanye Pasangan Calon di provinsi; dan
f. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU.
Pasal  13
KPU Provinsi berkewajiban:
a. memperlakukan Pasangan Calon secara adil dan setara;
b. menyampaikan informasi kegiatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada masyarakat;
c. memelihara arsip dan dokumen Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta mengelola barang inventaris KPU Provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. menjawab pertanyaan serta menampung dan memproses pengaduan dari Pasangan Calon dan masyarakat;
e. menyampaikan laporan secara periodik dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatanpelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada KPU;
f. menyampaikan laporan secara periodik kepada gubernur;
g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN dan APBD; dan
h. melaksanakan semua tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara tepat waktu di provinsi.
Pasal  14
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota adalah:
a. merencanakan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota;
b. melaksanakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota;
c. menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di kabupaten/kota;
d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. mengkoordinasi kegiatan panitia pelaksana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam wilayah kerjanya;
f. menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim Kampanye Pasangan Calon di kabupaten/kota; dan
g. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU dan KPU Provinsi.
Pasal  15
KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. memperlakukan Pasangan Calon secara adil dan setara;
b. menyampaikan informasi kegiatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada masyarakat;
c. memelihara arsip dan dokumen Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. menjawab pertanyaan serta menampung dan memproses pengaduan dari Pasangan Calon dan masyarakat;
e. menyampaikan laporan secara periodik dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada KPU Provinsi;
f. menyampaikan laporan secara periodik kepada bupati/walikota;g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN dan APBD; dan
h. melaksanakan semua tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara tepat waktu di kabupaten/kota.
Pasal  16
PPK, PPLN, PPS, KPPS dan KPPSLN adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masa tugasnya berakhir 30 (tiga puluh) hari setelah pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal  17
(1) Pengadaan dan pendistribusian surat suara beserta perlengkapan pelaksanaan Pemilu Presiden danWakil Presiden dilaksanakan secara cepat, tepat, dan akurat dengan mengutamakan aspek kualitas,keamanan, dan hemat anggaran.
(2) Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan kapasitas cetak yangsesuai dengan kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas.
(3) Jumlah surat suara yang dicetak ditetapkan oleh KPU.
(4)   Pengadaan surat suara beserta perlengkapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan oleh KPU.
Pasal 18
(1) Selama proses pencetakan surat suara berlangsung, perusahaan yang bersangkutan hanya dibenarkan mencetak surat suara sejumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keselamatan surat suara.
(2) KPU dapat meminta bantuan aparat keamanan untuk mengadakan pengamanan terhadap surat suara selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan pendistribusian ke tempat tujuan.
(3) Secara periodik surat suara yang telah selesai dicetak dan diverifikasi, yang sudah dikirim dan/atau yang masih tersimpan, dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.
(4) KPU menempatkan petugas KPU di lokasi pencetakan surat suara untuk menjadi saksi dalam setiap pembuatan berita acara verifikasi dan pengiriman surat suara pada perusahaan percetakan.
(5) KPU mengawasi dan mengamankan desain, film separasi, dan plat cetak yang digunakan untukmembuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya.
(6) Tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan ditetapkan dengan keputusan KPU.
Pasal  19
(1) KPU menetapkan jumlah surat suara yang akan didistribusikan
(2) Pendistribusian surat suara dilakukan oleh KPU.
(3) Surat suara beserta perlengkapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus sudah diterima PPS dan PPLN selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum pemungutan suara.
(4) Tata cara dan teknis pendistribusian surat suara sampai di KPPS dan KPPSLN ditetapkan dengan keputusan KPU.
>> http://partai.info/uu-hukum/uu_no_23_th_2003.pdf-- SEPENGGAL UU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN<<

DIDALAM>> UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. NOMOR  23  TAHUN  2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
·         Tata tertib
Dalam pemilu sekarang ini jika dilihat dari UU No. 23 ditekankan bahwa harus dilaksanakan dengan tertib. Tetapi dalam pelaksanakannya tata tertib tentu masih menjadi bahan pembelajaran karena mengingat pemilu sekarang ini semakin marak menggunakan suap untuk memilih oknum tertentu.
·         Tanggung Jawab Pemilih
Pemilu dilaksanakan secara demokratis dan dipilih langsung oleh masyarakat. Tetapi tanggung jawab pemilih disalahgunakan dengan memilih tidak mencoblos atau menggunakannya dengan memilih dua opsi sehingga tidak sah. TPS sebagai tempat pemungutan suara dibuat dengan tidak selayaknya. Terkadang TPS dibuat baik hanya di titik tertenu saja. Sehingga masyarakat enggan untuk mendatangi TPS.
·         Syarat Presiden yang Sebaiknya Dipebaiki.
Salah satu syarat menjadi presiden yaitu sekurang-kurangnya adalah SLTA, sebaiknya demi menjaga keutuhan dan kamajuan yang semakin global di dunia ini menjadi sarjana karena pemikiran seseorang yang pernah menempuh pendidikan sma dan sarjana pasti akan berbeda. Dan semakin kompleks kehidupan global di dunia ini pemikiran yang mendewasa dan berpikir luas semakin diperuntungkan.
·         Sejauh ini peratuan sudah dikatakan baik.
Sejauh ini sudah dianggap baik dalam pelaksanaannya, tetapi penyimpangannya masih sangat banyak dan dapat dijadikan pelajaran bagi yang sekarang ini untuk menghadapi pemilu masa depan dengan melihat kekurangan yang ada berdasarkan peraturan yang ada.
·         Tidak Jelas Poisisinya
Setelah suatu RUU disetujui untuk dibahas oleh Rapat Paripurna, maka Badan Musyawarah (Bamus) akan menunjuk Komis, Badan Legislasi, Panitia Khusus atau Gabungan Komisi yang akan membahasnya dalam Pembahasan Tingkat I. Pada tingkat ini, DPD tidak memiliki posisi yang jelas di dalam Rancangan Tatib DPR. Jika RUU yang dibahas merupakan RUU yang diusulkan DPD, apakah pada saat pembahasan Tingkat II, Hal-hal tersebut masih belum jelas tergambar dalam Rancangan Tatib ini.  
·         Lima Belas Hari Presiden Harus Beri Penjelasan 
Satu pasal menarik yang diadopsi oleh Rancangan Tatib ini dari UU PPP adalah soal penandatanganan RUU yang sudah disetujui untuk menjadi undang-undang oleh presiden. Berdasarkan hasil kajian PSHK dalam Catatan Awal Tahun PSHK soal penandatanganan RUU ini menjadi sorotan tersendiri. Selama ini, presiden tidak pernah memberikan penjelasan, mengapa suatu RUU tidak ditandatangani. Ketidaksetujuan Presiden atas pengesahan RUU yang ditampilkannya melalui tidak diatandatanganinya suatu RUU merupakan suatu sikap politik yang seharusnya diberitahukan kepada publik. Rancangan Tatib ini mengatur pasal yang mengatasi problem di atas. Pada Pasal 118 ayat (2) disebutkan bahwa apabila setelah 15 (lima belas) hari presiden tidak juga menandatangani RUU yang sudah disahkan, maka Ketua DPR akan mengirimkan surat kepada DPR untuk presiden untuk meminta penjelasan. Walaupun ketentuan tersebut tidak menyelesaikan problem konstitusional yang ada, tapi setidaknya hal ini menyelesaikan problem administratif. Sehingga tidak ada lagi RUU yang tidak ditandatangani karena terlupa dan masih tertumpuk di meja presiden.