Saat ini
pertanyaan soal apakah Boediono menganut pandangan neoliberalisme atau tidak
segera memunculkan berbagai kontroversi yang terus bergulir. Pada satu sisi
beberapa elite politik dan akademisi seperti Amien Rais dan Revrisound Baswir
menegaskan bahwa Boediono adalah proponen dari pendekatan neoliberalisme.
Sementara pembelaan pun datang dari murid-murida Pak Boediono selama di FE UI
seperti Faisal Basri yang menepis pandangan tersebut. Sampai saat ini polemik
yang muncul terkait dengan jalan ekonomi yang dianut oleh Boediono bergulir
seputar apakah Boediono mendukung peran aktif negara dalam perekonomian atau
tidak. Hal itu dianggap sebagai parameter utama apakah Boediono merupakan
penganut gagasan neoliberal.
Untuk mendudukkan kontroversi soal neoliberal ini menjadi lebih jernih, maka
ada baiknya sebelum bagi kita sebelum memberikan penilaian terhadap Boediono,
kita kaji terlebih dahulu prinsip-prinsip utama dalam paradigma pengelolaan
ekonomi neoliberalisme secara singkat. Sehingga istilah neoliberalisme tidak
selalu serta merta kita identikkan bagi sesuatu yang buruk dan jahat, tapi kita
dapat memberikan penilaian berimbang terhadap paradigma ekonomi ini.
Rachel S. Turner (2008) dalam karyanya
Neo-Liberal Ideology: History, Concept and Policies, sebagai gagasan yang
berakar dari perspektif ekonomi liberal, neoliberalisme memiliki empat prinsip
utama: Pertama, Neoliberalisme mempercayai bahwa rezime pasar bebas merupakan
mekanisme yang tidak terelakkan dan paling efisien untuk mengalokasikan sumber
daya dan menjaga kebebasan individu. Rezime neoliberalisme memberikan kerangka
bagi arena ekonomi untuk membuat mekanisme pasar yang bersifat alamiah dan
memproduksi tindakan sukarela tiap individu dalam interaksi ekonomi, mendorong
efisiensi produk dan menjaga kebebasan.
Kedua, rezime neoliberalisme berkomitmen
terhadap terbangunnya Rechstaat (negara berdasarkan hukum). Dalam paradigma
neoliberal, bahwa segala aktivitas dan basis legitimasi negara haruslah
dideterminasi oleh prinsip otoritas hukum. Prinsip ini penting untuk menjaga
kebebasan dan otonomi individu, baik dalam tatanan masyarakat yang terbuka dan
ekonomi pasar bebas. Prinsip ketiga, bahwa negara dalam perspektif
neoliberalisme memiliki otoritas untuk mengintervensi kehidupan sosialnya,
namun intervensi tersebut haruslah sangat dibatasi. Para penganut
neoliberalisme meyakini bahwa negara haruslah kuat namun wilayah aktivitasnya
haruslah terbatas. Negara haruslah kuat dalam pengertian mampu mempenetrasikan
dan menjalankan kebijakannya secara decisive namun dalam sisi lain ia haruslah
terbatas. Peran-peran negara bertujuan untuk menciptakan dan mengamankan tata
aturan pasar bebas dan masyarakat yang terbuka. Keempat, neoliberalisme
memberikan penghormatan tinggi terhadap hak milik privat. Dalam desain
kebijakan ekonomi hal ini kemudian mewujud pada proses privatisasi
sektor-sektor strategis ekonomi sebagai salah satu bagian utama dari pilar
pendukung rezime pasar bebas.
Setelah kita mendiskusikan terlebih dahulu prinsip-prinsip utama dari paradigma
berfikir ekonomi neoliberalisme, maka kita dapat melihat bagaimana jejak
pemikiran dan kebijakan dari Boediono apakah sejalan dengan nafas dari
neoliberalisme. Satu momen penting yang patut dicermati, ketika ekononom
penerima nobel Joseph Stiglitz datang ke Indonesia dan menyatakan bahwa
pemerintah harus berperan aktif dalam wilayah ekonomi dan menunjukkan
keberfihakannya terhadap rakyat melalui program ekonomi yang jelas.
paradigma
ekonomi Boediono juga dapat kita telusuri jejak-jejaknya saat ia menjadi
menteri koordinator ekonomi pada masa pemerintahan Megawati maupun SBY. Beberapa
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan terkait dengan UU Minyak dan Gas, UU
kelistrikan dan UU Penanaman modal tidak bisa dilepaskan dari peran dan
tanggungjawab dari Boediono. Sementara beberapa undang-undang tersebut memiliki
semangat untuk meminimalisir peran negara dalam wilayah ekonomi sekaligus menyerahkannya
pada aturan mekanisme pasar bebas. Sebagai salah satu contoh adalah terkait
dengan UU Penanaman Modal tahun 2007, dimana Boediono menjadi salah satu
konseptornya. Dalam UU tersebut ditegaskan tidak boleh adanya keberfihakan
ekonomi dari negara terhadap seluruh pelaku ekonomi, baik itu pelaku ekonomi
asing maupun pelaku ekonomi domestik.
Berdasarkan UU
tersebut negara telah membuat kebijakan yang memangkas komitmennya terhadap
pelaku ekonomi dalam negeri. Melalui kebijakan tersebut, negara telah
memberikan payung hukum bagi kematian sektor ekonomi domestik terutama bagi
sektor usaha kecil dan menengah. Di wilayah ekonomi lokal Jawa Timur saja, saat
ini bisa kita lihat bagaimana undang-undang tersebut telah memberikan payung
hukum bagi masuknya Hypermarket dunia yang dengan leluasa bersaing dan
mengalahkan pasar-pasar tradisional sebagai tulang punggung perekonomian
rakyat. Memang pada akhirnya kita tidak bisa melihat pilihan ideologi seseorang
secara moralistik, sebagai sesuatu yang baik ataupun buruk 100%. Dari refleksi
sekilas ini kita mendapatkan sedikit gambaran tentang jarak antara Boediono dan
neoliberalisme.
·
Yang aku list kuning itu yang
bertentangan dengan perekonomian pancasila tidak sesuai dengan asas
perekonomian yang dianut indonesia.
·
Aku bingung Indonesia menganut
sistem apa sampai sekarang, Indonesia masih menganut pancasila tapi
pelaksanaannya malah ke social demokrasi. Mbaca juga malah ke arah pasar
ameraika yang lebih pada neoliberalisme. Tp perkembanganne malah selalu nuju ke
social demokrasi.
No comments:
Post a Comment